Kamis, 27 Maret 2008

Pendidikan Seks Tekan Angka Kelahiran

PENDIDIKAN seks yang komprehensif di sekolah, seperti diskusi mengenai tingginya angka kelahiran, bisa membantu menghindari kehamilan pada remaja.

Pemberian pendidikan seks (sex education) di beberapa negara Timur masih menjadi perdebatan (pro-kontra) berbagai kalangan. Sebab, sejauh ini asumsi pendidikan seks masih terkait masalah hubungan seksual antarlawan jenis. Padahal, pendidikan seks yang komprehensif bisa membantu remaja menghindari kehamilan dini atau di luar nikah. Hal itu berdampak positif untuk membantu menekan angka kelahiran.

Pendidikan seks yang komprehensif mempunyai fungsi positif, di antaranya memberikan penjelasan kepada remaja soal ancaman bahaya hubungan seks bebas, ancaman tertular berbagai jenis penyakit kelamin, masalah tingkat kelahiran yang tinggi.

Dengan adanya pemahaman yang baik soal seks, membuat remaja lebih berhati-hati. Berdasarkan survei yang dilakukan Pusat Penelitian AIDS dan Penyakit Seks Menular, Universitas Washington, Seattle, Amerika Serikat (AS), pendidikan seks secara komprehensif di sekolah efektif menghindari kehamilan dini pada remaja.

Survei yang dilakukan secara nasional sejak 2002 melibatkan 1.700 remaja berusia 15-19 tahun yang belum menikah.

Hasilnya, sebanyak 60 persen remaja yang menerima pendidikan seks komprehensif di sekolah terhindar dari kehamilan dini atau tak ingin hamil dibandingkan remaja yang tak pernah mendapatkan pendidikan seks.

Selain itu, remaja yang mendapatkan pendidikan seks komprehensif mampu mengurangi aktivitas hubungan seks remaja di luar nikah. Hanya, dalam penelitian ini tak diketahui seberapa efektif pendidikan seks menghindari remaja dari ancaman penyakit kelamin menular. Pasalnya, penularan itu melibatkan berbagai faktor luar, selain adanya aktivitas seks yang tidak benar.

"Yang jelas, pendidikan seks komprehensif di sekolah mampu mencegah kehamilan yang tak dikehendaki remaja. Hal itu berdampak untuk menekan angka kelahiran yang tinggi," papar Pamela K Kohler dari Pusat Penelitian AIDS dan Penyakit Seks Menular, Universitas Washington.

Kohler pun mengakui adanya anggapan yang salah soal pendidikan seks. Selama ini banyak yang mengatakan bahwa pendidikan seks dan cara mengontrol angka kelahiran akan semakin membuat remaja ingin berhubungan seks. "Itu anggapan yang tidak benar," jelasnya.

Meski demikian, Pemerintah AS mengkritik hasil penelitian tersebut dan tetap menyatakan bahwa pendidikan seks yang diberikan di luar sekolah tetap efektif. Untuk itu, Pemerintah AS setiap tahun mengeluarkan sekitar USD170 juta untuk setiap negara bagian atau kelompok sosial yang mengadakan program pendidikan seks.

Kegiatan ini bertujuan agar remaja tak melakukan hubungan seks. Namun, Kohler mengkritik langkah pemerintah karena pendidikan seks di luar sekolah tak menunjukkan efektivitas untuk menghindari remaja berhubungan seks dini ataupun mengurangi angka kelahiran. Sebab, berdasarkan survei yang dilakukannya secara nasional, pendidikan seks di sekolah lebih efektif dibandingkan di luar sekolah.

Buktinya, remaja yang mendapat pendidikan seks komprehensif di sekolah -sebanyak dua pertiga- menghindari hubungan seks atau tak ingin hamil. Sebaliknya, pendidikan seks di luar sekolah hanya mencapai seperempat orang.

Sementara itu, remaja yang tak menerima pendidikan seks secara formal angkanya lebih rendah lagi, sekitar 10 persen. "Itulah bedanya sudut pandangan pemerintah dan peneliti," ungkap Kohler.

Tidak ada komentar: